Tuesday, February 13, 2007
KACAMATA KU(DA) RETAK
Pagi rintik membasahi bumi ciater
Awan yang mendung menutup pandangan
Mentaripun seolah enggan menyapa kehidupan

Gelap…
Atau mungkin samar-samar
Emosi..
Atau mungkin kegagalan
Tawa...
Atau mungkin tangis meringik

Ya…, itulah rekaman yang tak terbahasakan
Dibalik sejarah hidup yang mengalir
Ku raba,
Ku rasa tawamu makin hambar
Ku genggam jiwamu brontak...

Ah, kawan...
Kacamata!
Itu mungkin awal, awal yang dikorbankan
Rasionalisasi atas kenyataan
Bagimu dan bagiku juga
Kaca adalah cermin dan bahasa
Dengan kaca, matamu awas melihat dunia
Bahkan kaca dan matamu bisa merangkum dan menampilkan dunia
Sungguh cermin adalah rekaman pita kehidupan

Tapi…
Kacamatamu bukanlah mata
Kewaskitaan bukan terletak pada alat-alat
Aku yakin itu bukan duniamu,
Dunia alat yang men-tuhan hanya ku dengar dari Heideger kawan

Aku maphum kawan
Kacamatamu adalah bahasa pengantar duniamu
Tapi itu bukanlah bahasa ibumu
Bahasamu sendiri adalah eksistensi mata yang mandiri

Retak atau diretakkan
Di pecahkan atau takdir
Adalah jejak kearipan yang harus dihayati
Kacamatamu adalah simbol dunia yang penuh kepalsuan
Keakraban palsu, hidup yang penuh rekayasa
Kadang itu meninakbobokan dan menjebakmu kawan
Membuatmu tak bisa membedakan mana yang nyata dan absurd

Aku yakin kawan...
Kamu tidak melihat siapa yang memecahkannya
Tidak pula kesengajaan
Itu adalah jawaban
Dari asa,
Yang tak sempat terbahasa dan membuaimu
Kejelasan yang nyata yang terbahasakan bukan lewat kata-kata

Aku kira kawan
Kata terindah yang layak aku sampaikan
adalah syukur dan hatur thank you
Kamu laksana Isa bin Maryam yang rela menebus dosa manusia
Pengorbananmu membuat sedikit ku merenung dan menghayati
Sebongkah makna yang kadang terlupa

Kini..,
Ku bangun…
Tersadar…
Dunia akan kembali indah
Dan mendung tidak akan mengurangi indahnya fanorama
Ketika matahari ada di genggaman,
Dalam jiwa ini.
Betul..!
Rincis hujan ini akan menjadi nyanyian
Nyanyian tawa
Lomba yang akan terus bergelora

Kacamatamu kawan, aku, dan semua
Bukanlah kacamata kuda
Tapi kaca yang akan meng-indah dan selalu meninggalkan kesan yang mengagumkan
Dan pemahaman yang mendalam
Yang akan mengiringmu bersujud keharibaan
Keretakan adalah adzan yang membuyarkan mimpi dan mengajak kita bersolat…

Ciater, Februari 2006
Otoy" AINK"
posted by Kharien @ 11:27 PM   0 comments
SAJAK UNTUK SAHABAT
1
Sahabat,
aku rasa kalian kan selalu mengenang
Detik, menit, jam, dan hari-hari yang yang pernah kita lalui.
Siang dan malam saat canda dan tawa selalu menghiasi
Saat cinta dan benci bercampur menjadi satu
Saat asa kita berpadu atau berlainan
2
Sahabat,
Kita memang beda menafsirkan kehidupan
Memaknai setiap desah nafas yang keluar perlahan
Mengambil sari dari setiap perubahan
Menyikapi diri dan mengolah kesadaran
Warnamu milikmu dan warnaku milikku
3
Sahabat,
Engkau adalah kebingbangan, kekaburan definisi, dan ketidakbakuan tafsir
Pilihanku menghargai atau melecehkanmu
Memasuki duniamu dan membiarkan superegoku hanyut dalam arus mimpi atau menempatkanmu dalam kurungan egoku
4
Sahabat,
Bagiku kalian adalah musuh yang harus dihancurkan dan keluarga yang penuh kehangatan
5
Tapi sahabat,
Matahari kita masih matahari yang sama
Bumi kita masih bumi yang sama
Kita hidup dalam lembaran dan buaian waktu yang sama
6
Sahabat,
Kemarin dan lusa mempunyai dunianya sendiri
Aku dan kalian semua adalah korban yang terperosok dalam waktu
Sedetik yang lalu duniamu menjadi surga, sesaat kemudian berubah menjadi neraka
Kita adalah yang terombang-ambing dalam bisu dan ketidakpastian
Dalam tafsir dan dunia yang terkunci rapat
7
Sahabat,
Kalian mengisi semua ruang dirongga dada ini
Cinta, benci, emosi, harga diri, dan harapan
Tak ada tempat yang pasti, tak ada warna yang seragam
Satu yang pasti, ku ikat nama kalian dalam jiwa yang bergelora ini.
8
Sahabat,
Aku kenal kalian bukan lewat kata-katamu
Bukan lewat rayuan dan kebohongan palsumu
Atau,
Rekayasa dan tebalnya dempulmu
Bukanpula canda dan tangis meringikmu
Tapi dari sang waktu dan kerajaan duniamu
9
Sahabat,
kudapatkan dirimu dari jiwa yang haus akan hakekat hidup
Dalam pencarian makna dan kering kerontangnya susu surgawi
Lewat sentuhan kalbu yang menusuk pasti
Mengikat sukmamu dan menjebol superegoku
Kamu menjadi gumpalan darah yang membeku disanubariku
10
Sahabat,
Kebersamaan hidup dan penyikapan akan makna
Akan membuka rahasia yang sengaja atau tidak sengaja
Menyingkirkan kabut penutup pemandangan
Memperlihatkan diri dengan jujur
Membawa kita pada perenungan yang mendalam akan perbedaan
11
Sahabat,
Keindahan yang nyata tidak akan didapatkan di surga semata
Dalam hidup yang manja atau dimanja
Dalam putih tanpa gelap
Neraka adalah pelengkap atau bunga penghias ditaman firdaus nan anggun
12
Sahabat,
Ku lihat diriku dalam kelopak bola matamu
Ku raba kulitku dari hangatnya genggamanmu
Ku raih asaku dari repihan bencimu
Ku maknai hidupku dari kebersamaan ini
Ku hayati arti dirimu dari bongkahan yang membeku
Kita ras yang sama yang kebetulan hidup bersama-sama dalam retakan tafsir yang berbeda
13
Sahabat
Dunia ini hutan belantara yang penuh kerindangan
Atau padang pasir gersang tanpa tumbuhan
Pilihan! Kita bebas menentukan
14
Sahabat,
Larinya sang waktu tak bisa kita hentikan
Malam sebentar lagi menjadi siang
Suara cicit kelelawar sebentar lagi akan digantikan kokokan ayam
Rekaman kemarin hanya akan menjadi catatan usang
Kita mulai bergelut kembali dengan waktu
Mengharap keabadian dan mendambakan mimpi menjadi kenyataan
Lupakan kemarin!
Kita mulai babak baru dalam hidup ini
Seperti malam tanpa tangis di tinggalkan sang mentari siang

****
posted by Kharien @ 11:20 PM   0 comments
Jejak-jejak Reformasi Jhon Calvin
Pendahuluan
Diantara tokoh sentral reformasi Kristen protestan selain Martin Luther King, Huldreich Zwingli, dan Jhon Knocx yang pantas disebut-sebut adalah Jhon Calvin. Ia adalah teolog besar prancis, reformer gereja, pastor, pejuang kemanusiaan, dan tokoh yang sangat dihormati oleh denominasi protestan sebagai seorang pembaharu iman kristiani.
Jhon Calvin lahir di Noyon, Prancis, 10 juli 1509. Pendidikan formal kepasturan ia peroleh di college de la marche dan college de montaigne cabang universitas paris. Kuliah dijurusan hukum tapi kemudian ia lebih tertarik kepada teologi dan secara intensif mempelajari Bible. Pada tahun 1532 ia mempublikasikan karya pertamanya komentar atas seneca’s de clementia. Kemudian disusul dengan Masterpiece-nya, Institute of the Cristian Religion, yang mengalami lima kali revisi antara tahun 1536 sampai 1559, dalam bukunya tersebut calvin menegaskan akan perlunya mengartikulasikan teologi biblical secara rasional. Dalam tulisan lain, artikel “the apostle creed” ia memfokuskan tulisannya kepada masalah Gereja, Bapak atau ketuhanan, Anak atau pribadi Yesus, dan juga Spirit[1].
Secara geneologis ajaran calvin ini dipengaruhi oleh semangat renaisans Prancis (eropa pada umumnya) dan reformasi Kristen Protestan yang digawangi oleh Martin Luther King. Sebelum reformasi merupakan masa dimana Kristen dan institusi gereja mengalami titik nadir dalam sejarah. Gereja ada dalam dunia tetapi dunia bahkan tidak sadar gereja ada didalamnya, demikian sitir seorang penulis. Anekdot tersebut menggambarkan gereja tidak berhasil menjalankan perannya ditengah-tengah dunia sehingga ada atau tidak adanya gereja dianggap tidak berpengaruh apa-apa. Oleh karena itu beberapa orang Kristen terdidik seperti Luther dan Calvin mengidealkan perubahan total dalam ajaran Kristen Katolik.
Reformasi sebagai sebuah gerakan pembaharuan bukanlah gerakan yang tanpa cacat. Schaeffer misalnya dalam buku How Should We Then Live, seperti yang dikutip Ongkowijaya, mengatakan masa Reformasi memang tidak dapat disebut sebagai masa keemasan. Ia berpendapat bahwa masa Reformasi “jauh dari sempurna, dan dalam beberapa hal tokoh-tokoh reformasi bertindak secara tidak konsisten dengan pengajaran Alkitab... Akan tetapi, tetap tidak dapat dipungkiri bahwa keberlangsungan Kekristenan sangat bergantung kepada gerakan ini. Seperti yang juga diakui oleh Schaeffer bahwa “Meskipun memang terdapat beberapa kelemahan yang serius di dalamnya namun… gerakan Reformasi telah kembali kepada instruksi-instruksi Kitab Suci dan kepada contoh dari Gereja mula-mula[2].”
Dengan tidak mengabaikan ajaran protestan lain semisal anglikanisme dan ana baptis saya melihat Reformasi dibentuk oleh dua aliran besar tadi, yaitu aliran Calvinis dan Lutheran. Kedua aliran ini disamping mempunyai kesamaan, juga mempunyai berbagai pengajaran yang berbeda. Namun dalam tulisan ini hanya akan dibahas aliran calvinis. Aliran ini dipandang memiliki penngaruh social yang sangat besar kepada dunia. Weber misalnya mengaitkan gerakan ini dengan kapitalisme, ia melihat ada keterkaitan yang sangat erat antara semangat kapitalisme dengan doktrin-doktrin calvinis terutama predestinasi. Tesis weber ini sangat menarik apabila kita ekplorasi kembali apalagi ketika masalah tersebut dihubungkan dengan kontek Indonesia dan Islam dewasa ini.

Pokok-pokok ajaran calvinisme Ada lima ajaran pokok Calvinisme, kelima pokok ajaran tersebut menurut beberapa penulis adalah buah dari era Reformasi, dan tidak sepenuhnya dari Calvin saja tetapi dari banyak ahli-ahli teologi selama zaman Reformasi kira-kira 400 tahun yang lalu pada waktu gereja-gereja di Eropah mulai sampai pada kebenaran Alkitab. Hal ini terjadi pada taraf yang tinggi di Jerman, Swiss, Hungaria, Belanda, dst-nya; mereka telah benar-benar merenungkan ke lima dasar yang sangat penting ini yang menyatakan kepada kita suatu dasar dari keselamatan sejati berdasarkan "kasih karunia" yang disingkat menjadi TULIP, yaitu:- Total Depravity (Kerusakan Moral Yang Total)- Unconditional Election (Pemilihan Tanpa Syarat)- Limited Atonement (Penebusan Yang Terbatas)- Irresistible Grace (Karunia Yang Tak Dapat Ditolak)- Perseverance of the saint (Ketekunan/Penjagaan Orang-orang Kudus)[3] Secara lebih sederhana teolog Ernst Troeltsch dalam magnum opusnya yang berjudul, The Social Teaching of the Christian Churches, menyebut pokok keimanan calvinis tersebut dengan doktrin: predestinasi, peranan individu, komunitas kudus, etika Calvinisme dan pandangan sosial Cal­vinisme[4]. Kelima hal inilah yang tidak dimiliki oleh teologi Roma Katolik dengan lutheran. Doktrin ini akan menjadi kerangka dasar kita di dalam mencoba untuk mengerti mengapa Calvin dapat menjadi sebuah dorongan yang besar bagi orang percaya masa itu. Saya akan berusaha sedikit memaparkan dan menganilis doktrin tersebut satu persatu. Tetapi karena satu dan lain hal dalam tulisan ini mungkin hanya akan cukup membahas satu poin saja yaitu predistinasi:1. Predestinasi, konsep ini sebetulnya dikenal juga dalam islam dengan taqdir[5]. Predistinasi dipahami sebagai keterikatan pada kehendak Tuhan. Penekanan dari doktrin yang pertama ini sangat Teologis karena berhubungan dengan doktrin ketuhanan. Ajaran ini sebetulnya juga dibahas oleh Luther, tapi nampaknya ada perbedaan yang sangat mencolok diantara keduanya. Calvin tidak sekedar ingin menekankan anugerah cuma-cuma di dalam predestinasi, tetapi ia juga mencoba untuk menyatakan karakter Allah sebagai Yang Berdaulat Mutlak. Bagi Calvin, kedaulatan mutlak Allahlah yang menentukan siapakah yang akan dipilih dan siapa yang dibiarkan binasa, dan dalam hal ini akal manusia harus tunduk tanpa perlu berusaha bertanya lebih lanjut tentang mengapa si A dipilih dan si B tidak. Apabila dibandingkan karakter Allah yang paling ditekankan oleh Lutheran dengan karakter Allah yang oleh Calvin dapat dilihat jika di dalam Lutheran, karakter Allah yang paling utama adalah kasih-Nya maka bagi Calvin, kasih Allah hanyalah salah satu metode untuk menyatakan kemuliaan Allah. Baik mereka yang dipilih maupun yang dibiarkan binasa, sama-sama menyatakan kemuliaan Allah. Mereka yang dipilih merupakan simbol dari belas kasihan Allah dan mereka yang binasa merupakan simbol dari murka Allah[6]. Perbedaan konsep tentang Allah ini ternyata membawa perbedaan yang besar di dalam hal praktis. Karena keselamatan bukan semata-mata untuk menyatakan belas kasihan Tuhan, tetapi yang terutama adalah untuk memuliakan Dia, maka tujuan dari keselamatan pun bukan sekedar supaya jiwa yang telah diselamatkan dapat hidup di dalam dunia ini dengan penuh damai dan ucapan syukur, tetapi supaya jiwa yang telah dibebaskan dari dosa itu melayani Dia sebagai instrumen dari KehendakNya. Oleh karena itu, jika di dalam Lutheran, bukti keselamatan yang sejati terletak pada perasaan bahagia yang tidak dapat diberikan oleh dunia maka menurut Calvin, pembenaran tidak tinggal di dalam batin atau di kedalaman perasaan melainkan di dalam tindakan. Jika di dalam Lutheran, kesatuan dengan Kristus di dalam sakramen Ekaristi merupakan bukti tertinggi kebahagiaan maka menurut Calvin, kesatuan dengan Kristus hanya dapat dimengerti di dalam arti penyerahan diri kaum pilihan, pembaharuan kehendak Allah dan tindakan Allah yang terus-menerus aktif di dalam diri orang percaya. Selain itu, Alkitab juga tidak lagi dipandang melulu sebagai sarana untuk memperoleh jaminan akan kasih Tuhan, tetapi sebagai manifestasi yang seharusnya menciptakan komunitas yang di dalamnya kemuliaan Allah dapat direalisasikan. 2. Kritik Terhadap Predistinasi Saya dan juga mungkin anda akan sepakat dari doktrin tersebut ada kerancuan dan bias saja terdorong untuk mengatakan doktrin tersebut salah dan tidak masuk akal. Bahkan kalau seandainya saya Kristen pun saya tetap akan mempertanyakan doktrin tersebut secara kritis. Sebagian orang Kristen terutama gerakan kontra revormasi mengatak bahwa doktrin ini bertentangan dengan al-kitab. Yang layak diberi catatan adalah pertama, tuhan dengan kehendaknya atau atas nama kasihnya telah menentukan siapa yang selamat dan sipa yang akan celaka. Baik yang selamat maupun yang celaka pada hakekatnya adalah sama-sama itu berkat kasih tuhan, dengan kata lain adalah keadilan tertinggi dari tuhan kepada manusia. Upaya apapun yang dilakukan manusia entah itu ibadah ritual, kebajikan social, derma, dan berakhlak baik itu tidak akan berguna kalau seandainya tuhan telah menggariskan dia untuk nanti diakherat termasuk orang yang celaka. Kedua, terkait dengan pribadi yesus dalam Kristen sebagai mesias atau juru selamat yang rela digantung dikayu salib untuk menebus dosa umat manusia dan pengikutnya. Lalu bagiamana dengan manusai yang belum lahir. Mestinya pengorbanan yesus tersebut tidak perlu terjadi. Tidak ada yang perlu diselamatkan, karena daptar orang-orang yang selamat sudah ditetapkan. 3. Menggali Makna, Menuai SpiritApa jawaban dari semua itu? Konsep calvin diatas tentu tidak akan dipahami secara parsial, dengan kata lain untuk bias memahami tanpa terjebak kepada salah tafsir adalah mencoba menggali pemikiran pembaharuannya secara totalistic. Disini belum dibahas relevansi antara satu doktrin dengan doktrin yang lain dalam kerangka konseptualnya. Hal ini perlu dilakukan karena nampak antara satu doktrin dengan yang lainnya saling mendukung dan membentuk satu mata rangkai system. Saya melihat justru teologi yang dikembngkannya cukup sistematis dan rasioanal. Cukup mudah untuk dipahami; sebagai contoh: untuk membongkar kerancuan makana kasih yang bersipat mendua diatas bias dipahami dengan alasan: 1: Masalah kasih, bagi calvin Allah adalah Allah yang mulia dan juga penuh kasih. Kemuliaan Allah sesungguhnya diekspresikan secara paling penuh dan paling khas melalui kasih. Alasan mengapa sebagian dipilih dan sebagian tidak memang tetap merupakan misteri dari kehendak Allah yang tak terselami. Namun, menurut Calvin tanpa mengontraskan keselamatan dengan penghukuman, maka kebesaran kemuliaan Allah dan bahkan kedalaman kasihNya, akan tetap tinggal tersembunyi dari kita.2: Mengenai siapa yang dipilih sebagi orang yang selamat Calvin memakai teori predestinasi ganda sehingga tidak ada keterangan yang jelas siapa-siapanya. Yang jelas semua manusia berhak menjadi orang terpilih. Umat pilihan ini tidak berkonotasi Yudais atau umat pilihan ala Israel yang lebih berdasar kepada kasih Tuhan karena bangsa ini selalu teraniyaya. Tetapi umat pilihan yang aktif, artinya untuk menjadi orang terpilih itu umat yang menunjukkan keunggulan dan layak untuk dipilih. 4. Etika calvinis dan Islam: Sebuah Study PerbandinganBelum cukup rasanya pembicaraan ini apabila belum mengangkat dan menganalisis pengaruh dari doktrin calvinis tersebut. Calvinisme dipercaya oleh beberapa tokoh sebagai spirit dari kemajuan eropa saat ini. Negara-negara besar di Eropa dan Amerika, seperti Inggris, Prancis, Portugis, Belanda, Amerika bias dikelompokan sebagai Negara maju dan gembong kapitalisme dunia saat ini. Negara-negara tersebut yang dulunya kolonialis, sekarang pasca penjajahan geopolitik berakhir mereka merubah haluan dan bentuk penjajahannya kedunia ketiga dengan cara yang lebih lembut. Mereka tidak lagi memakai stategi dominasi militer dan kekuasaan imperialis, tetapi menggunakan kekuatan ekonomi dan kapitalisme global. Hal ini secara dampak tentu sama saja menyengsarakan yang terdominasi.Dibalik semua yang negatifnya, kapitalisme ternyata menurut para ahli semacam, sosiolog kenamaan Mark Weber itu ada hubungannya dengan spirit ajaran Calvin. Lebih jauh weber menjelaskan dalam The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (selanjutnya disingkat The Protestant Ethic), sebagimana yang dikutif sukidi, doktrin predestinasi sebagai argumen utama dalam menjelaskan keterkaitan antara suatu bentuk etika agama dan spirit kapiralisme di Barat. Ide utamanya dari predestinasi adalah terletak pada: bagaimana para Calvinis yakin bahwa mereka termasuk di antara orang-orang terpilih? Dalam teologi Calvinis, terdapat predestinasi ganda yang membuat para Calvinis tidak tahu secara pasti apakah mereka termasuk orang terpilih atau terkutuk? Karena Tuhan Calvinis adalah begitu transenden, maka mereka menghadapi masalah serius tentang ketidakpastian keagamaan. Situasi ini memaksa para Calvinis mencari certitudo salutis, yang didefinisikan Weber sebagai suatu indikasi bahwa mereka termasuk orang terpilih yang selamat ke surga. Karena itu, sukses di dunia bisnis dan pengumpulan harta kekayaan demi pemuliaan Tuhan diyakini sebagai "tanda" atau "konfirmasi" bahwa mereka termasuk di antara orang-orang terpilih, atau dalam istilah Weber "suatu tanda keberkahan Tuhan".Sekarang bagaimana denga islam. Menurut weber Calvinisme dan Islam menjadi perumpamaan predestinasi yang berlawanan. Tidak ada predestinasi ganda dalam Islam. Malahan, menurut Weber Islam memiliki keyakinan pada predeterminasi, bukan predestinasi, dan berlaku pada nasib seorang Muslim di dunia ini, bukan di akhirat kelak. Jika doktrin predestinasi diyakini Calvinis untuk memotivasi etos kerja keras, hal demikian tidak terjadi pada Muslim. Malahan, lanjut Weber, doktrin predestinasi tidak memainkan peran dalam Islam. Akibatnya, Muslim bersikap kurang positif terhadap aktivitas di dunia-sini dan pada akhirnya terjatuh pada sikap fatalistik[7]. Krtik weber diatas mungkin ada benarnya, meski telinga umat islam merah mendengar ocehan yang mendeskreditkan umat islam dalam dan anggapan ketidakrelevensian islam dengan sprit perubahan. Yang jelas ajaran calvinis yang baik bias diambil sebagi spirit bagi pembngunan berbangsa dan bernegara kita. Dan kritik weber bias lebih memacu umat islam untuk bias lebih menggali ajarannya sendiri dan mengkontektualisasinkannya dalam kehidupan nyata. Wasalam***
[1] Lihat jhon calvin, teologi, microsoft ensiklopedia Encarta 2005. CD 3
[2] How Should We Then Live, Schaeffer, dalam hendri ongko widjaja, hal 3
[3] Lih. Pokok-ajaran calvinis, Microsoft Ensiklopedia Encarta, CD 2
[4] Lih. Pandangan Ernst Troeltch mengenai keunikan ajaran calvin, hal 2. www.yahoo.com/blog/...html
[5] Bandingkana dengan Saciko murata, trilogy islam, kebebasan, hal 164.
[6] Lok. Cit hal, 4
[7] Lih. Etika muslim puritan, sukidi, www.kompas.com/opini/...html
posted by Kharien @ 11:14 PM   0 comments
JALAN KEARIPAN MENCAPAI HAKEKAT KEMANUSIAAN
Pendahuluan
Jauh sebelum kita lahir telah tumbuh dan berkembang kehidupan manusia yang kini telah menjadi artepak budaya. Mereka adalah masa lalu yang memebentuk kita saat ini. Lewat warisan-warisannya kemudian kita menata sabda menjumput hidup merajut benang-benang kusut yang sengaja ataupun tidak dititipkan kepada generasi sekarang.
Warisan masa lalu tersebut sangat beragam, tidak hanya berbentuk budaya materil berupa artepak, fosil atau reruntuhan kota; bentuk lain warisan budaya yang berupa rekaman pergumulan manusia dalam mendefinisikan dirinya dengan keberadaan eksistensi diluar dirinya baik berupa alam, lingkungan hidup dan perjalanan spritual banyak terangkum dalam foklor. Foklor ini berupa dongeng, legenda, cerita dan dikenal dengan mitos atau mitologi.
F.A.E van Wouden (1985) mengatakan mitos adalah pemberi pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang dengan menggunakan metafora, simbol, dan lambang-lambang tertentu yang menggambarkan kebaikan-kejahatan, perkawinan-kesuburan, serta dosa dan katarisasinya. Rene Wellek & Austin Warren (1989) berpendapat bahwa mitos ini sebetulnya adalah penjelasan tentang asal mula sesuatu, nasib manusia, tingkah laku dan tujuan hidup manusia serta menjadi alat pendidikan moral bagi masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
Dengan demikian ternyata mitos yang dikandung dalam legenda adalah sumber pengetahuan mengenai kehidupan manusia pada masa lampau dalam segala aspeknya yang disusun dalam bentuk cerita sastra (sastra lisan) sebagai alat transformasinya.
Mitologi ini tentu saja merupakan suatu khazanah yang tak ternilai. Kemampuan untuk memahami dan merekonstruksi struktur mitologi budaya beserta karakternya menjadi suatu keharusan bagi generasi penerusnya. Tidak terkecuali bagi orang sunda yang notabene kaya dengan berbagai warisan jenis foklore; seperti legenda Sangkuriang, ciung wanara dan sebagainya. Khazanah ini merupakan kearipan yang perlu digali dan ditafsirkan ulang.
Mitologi Sangkuriang
Tulisan ini akan mencoba menelusuri, menggali dan menafsirkan makna dibalik legenda Sangkuriang. Sangkuriang dalam mitologi Sunda atau Bandung menempati posisi yang sentral. Sangkuriang tak kalah populer dengan cerita/pantun Ciung Wanara (cerita sacral dalam mitologi sunda), Mundinglaya Dikusumah ataupun Padjajaran. Legenda ini paralel dengan mitos Oedipus dari Yunani yang diambil oleh Freud untuk membangun teori Oedipus Complex-nya.
Sebelum lebih jauh membahas legenda ini berikut ini akan disajikan ringkasan ceritanya yaitu sebagai berikut[1]:
“Raja SUNGGING PERBANGKARA pergi berburu, di tengah hutan Sang Raja kencing dan tertampung dalam tempurung kelapa. Seekor babi hutan betina bernama WAYUNGYANG yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum air kencing tadi. Wayungyang hamil, melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu dibawa ke keraton ayahnya dan diberi nama DAYANG SUMBI alias RARASATI. banyak para raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima. Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya.
Dayang Sumbi pun atas permitaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu si TUMANG. Ketika sedang asyik bertenun, TOROPONG (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki diberi nama SANGKURIANG. Ketika berburu di hutan Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk memburu babi betina Wayungyang. Karena si Tumang tidak menurut, lalu dibunuhnya. Hati si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, kemarahannya pun memuncak serta merta KEPALA Sangkuriang dipukul dengan senduk sehingga luka.
Sangkuriang pergi mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama menuju ke arah Timur akhirnya sampailah di arah Barat lagi dan tanpa sadar telah sampai di tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi. Terjalinlah kisah kasih di antara kedua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah puteranya, dengan tanda luka di kepalanya. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya.
Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuat PERAHU dan TALAGA (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai CITARUM. Sangkuriang menyanggupinya. Maka dibuatlah PERAHU dari sebuah pohon yang tumbuh di arah TIMUR, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung BUKIT TUNGGUL, rantingnya ditumpukkan di sebelah BARAT dan mejadi gunung BURANGRANG Ketika bendungan hampir selesai, Dayang Sumbi memohon kepada Hyang Maha Gaib agar maksud Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan BOEH RARANG (kain putih hasil tenunannya), sehingga ketika itu pula fajar pun terbit. Sangkuriang menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di SANGHYANG TIKORO dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung MANGLAYANG. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi GUNUNG TANGKUBANPARAHU. Sangkuriang pun mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di GUNUNG PUTRI dan berubah menjadi setangkai BUNGA JAKSI. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan UJUNGBERUNG akhirnya menghilang ke alam gaib (NGAHIYANG)”.

Membaca cerita tersebut akan melahirkan multi interpretasi. Sebagian kalangan menilai mitologi Sangkuriang ini adalah bentuk mitologi totemisme primitif sunda sebelum datangnya agama-agama. Pendapat demikian dibantah oleh Alfatri Adlin yang menilai apabila mitologi ini sebentuk totemisme primitif tentu sekarang sudah hilang ditengah budaya sunda kontemporer yang mayoritas beragama islam. Haji Hasan Mustofa sebagaimana yang dikutip alfatri bahkan menilai legenda Sangkuriang sebagai sebuah kisah suluk dari tatar sunda.
Giambatista Vico, seorang filsuf Italia abad 18 menyebut foklor menyimpan 'kebijakan-puitis' (sapienza poetica) atau pesan yang dalam dan tak mudah dipahami. Meski vico mengaitkan jenis kebijakan tersebut dengan budaya primitif --untuk membedakannya dari budaya ilmiah--, rasanya tak ada alasan untuk tidak mengatakan ilmiah dari segi kandungan kearipan yang disampaikan mitologi tersebut. Pada dasarnya menurut Haji Hasan Mustofa hakekat manusia dari jaman dulu hingga sekarang sama saja, yang membedakannya hanya “warna” saja. Pendapat tersebut seirama dengan filsafat posmodernisme yang cenderung melihat tidak ada budaya superioritas yang mengatasi budaya lain[2]. Foklore tidak lebih primitif dari budaya ilmiah, bahkan belum tentu ilmu-ilmu sekarang mampu menggali secara komprehensif kemapanan dari budaya foklore. Setiap jenis mitologi tidak mudah ditafsirkan bahkan sekalipun dengan menggunakan pendekatan ilmiah atau filosofis seperti hermeunetika dan semiotika. Simbol-simbol yang disampaikan meski memakai bahasa lokal sifatnya universal melintasi ruang melampui waktu hingga ranah budaya dan agama.
Dalam cerita Sangkuriang ini menyimpan simbol[3] yang demikian kaya, seperti babi dan anjing, air seni sang raja, gunung dan lembah, taropong, tempurung kelapa, ayam jago, dan bunga jaksi, perahu-talaga, boeh rarang. Secara rasio kita akan menolak cerita tersebut secara keseluruhan karena sama sekali tidak masuk akal dan tidak beresonansi dengan kesadaran yang mengaktivasi ruang kecerdasan manusia.

Sistematika Pemaknaan Simbol Sangkuriang
Arti adalah hubungan antara sesuatu dengan lingkunganya atau antara teks dengan konteks, sedangkan makna adalah hubungan antara arti dan nilai esensial yang dikandungnya[4] . Menurut Barthes, Memaknai berarti memahami bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi dalam hal komunikasi tetapi mengkonstitusi sistem secara terstruktur[5]. Makna dalam semiologi/semiotik didapatkan dari hubungan antara subjek, referent, dan objek yang terjadi dalam dalam lingkaran hermeneutik. Objek sendiri tidak dipahami sebagai sebuah objek yang mandiri, tetapi objek yang komplek yang saling terkait dalam suatu struktur penandaan.
Kemampuan mengartikan dan memaknai sesuatu dalam budaya Sunda disebut dengan kemampuan memanfaatkan Panca Curiga (lima senjata/ilmu), yaitu kemampuan untuk menafsirkan secara: silib, yaitu memaknai sesuatu yang dikatakan tidak langsung tetapi dikiaskan; sindir yaitu penggunaan susunan kalimat yang berbeda; simbul yaitu penggunaan dalam bentuk lambang; siloka adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang berbeda (aphorisma) dan sasmita adalah berkaitan dengan suasana dan perasaan hati[6].
Melihat kembali dari alur cerita Sangkuriang maka akan ditemukan bahasa-bahasa yang penuh silib, sampir, simbul, siloka, dan sasmita. Secara sepintas cerita tersebut hanya menggambarkan penolakan peyoratif budaya sunda terhadap perilaku incest atau hubungan sedarah. Tetapi apabila ditilik lebih dalam akan ditemukan makna yang lebih kompleks.
Salahsatu kandungan yang didapatkan dari cerita ini akan tergali ketika dilakukan analisis terhadap simbol nama-nama yang dipergunakan. Pendekatan yang bisa dipakai yaitu semantik (berkaitan dengan makna), semiotik (berkaitan dengan penyimbolan), dan etimologi (berkaitan dengan asal usul kata). Untuk kepentingan tersebut berikut akan disajikan tabel yang disarikan dari tulisannya Hidayat Suryalaga:
NO
Nama/Kunci Identitas
ARTI DAN MAKNA
1
SUNGGING PERBANGKARA
Sungging = ukiran,ornamen. Perbangkara (Prabhangkara) = Prabha = cahaya. > 'ng = penanda hormat, honorifik. > kara = matahari. Maknanya " Penanda dari kebaikan/kebenaran sebagai cahaya pencerahan bagi yang menyimaknya"
2
BABI WAYUNGYANG
Wayungyang > w(b)ayeungyang = perasaan yang tidak tenteram, gundah gula. Maknanya: Seseorang yang masih berada dalam sifat kehewanan tetapi telah mulai bimbang dan menginginkan menjadi seorang manusia seutuhnya (berperi-kemanusiaan).
3
DAYANG SUMBI (DANGHYANG)
Dang = penanda hormat, honorific. Yang < hyang =" gaib."> Sumbi = 1) tendok = alat untuk menusuk hidung kerbau agar menurut. 2) Bagian ujung terdepan dari perahu sebagai penunjuk arah dalam berlayar. Maknanya: Petunjuk gaib sebagai kendali manusia dalam menentukan arah dalam melayari kehidupannya. Bisa dimaknai pula sebagai kata hati, nurani yang mendapat pencerahan hidayah Allah Swt.
4
SI TUMANG.
tumang = 1) Peti yang tertutup (b. Kawi), 2) mangmang = sumpah (b.Kawi) tu-mang-mang = orang yang terkena sumpah karena waswas. Maknanya: karakter seseorang yang selalu asal bersumpah, waswas, akhirnya termakan sumpahnya sendiri, hatinya seperti peti yang tertutup rapat tidak mendapat pencerahan.
5
SANGKURIANG.
1) Sang = penanda hormat, honorifik. > Kuriang < kuring =" saya," sang =" penanda"> Kuriang < guru + hyang = ego yang gaib. Maknanya: Sangkuriang = Jiwa (ego) non material yang menjadi dasar tumbuhnya kesadaran mental manusia yang selalu mendapat cobaan dan ujian kualitas dirinya.
6
TAROPONG
Alat bertenun dari sepotong bambu kecil (tamiang) tempat benang pakan (torak); 2) Alat untuk melihat sesuatu agar lebih jelas (teropong). Maknanya: Kegiatan (semangat) manusia dalam menata perilaku kehidupan agar terusun tertib sesuai dengan kualitas dirinya serta mampu melihat dengan jelas alur (visi) kehidupannya.
7
SUNGAI CITARUM
Ci < cai =" air."> Tarum = sejenis tumbuhan, daunnya untuk memberi warna indigo tua (hampir hitam) pada kain/benang tenun. Maknanya: Kehidupan adalah seperti air mengalir dalam perjalanannya akan mengalami beragam celupan kehidupan, kebahagiaan, keprihatinan dan juga hal-hal negatif lainnya sebagai ujian keteguhan hatinya.
8
SANGHYANG TIKORO
Sang = penanda hormat, honorifik. > Hyang = gaib. >Tikoro = saluran di leher untuk bernafas dan berbicara (tenggorokan) atau saluran di leher untuk makan (kerongkongan). Maknanya: Kemampuan manusia dalam berbicara tentang apa pun yang baik atau pun yang jelek serta sering dilalui makanan entah yang halal atau yang haram
9
GUNUNG PUTRI
Putri = gadis, wanita cantik jelita, bangsawan. Maknanya: Karakter manusia yang dihiasi nilai keindahan dan cinta kasih. Dimaknai sebagi sifat kewanitaan (feminim, jamalliyah, rohimmi) yang penuh rasa kasih sayang.
10
GUNUNG MANGLAYANG
Manglayang = 1) ngalayang, melayang. 2) Mang-layang > palayangan = Saluran untuk pembuangan air kolam/talaga. Maknanya : Kemampuan manusia untuk menguras dan membersihkan dirinya dari karakter yang kotor.
11
UJUNGBERUNG
Ujung = akhir. >berung > ngaberung = menurutkan hawa nafsu. Maknanya : Berakhirnya gejolak hawa nafsu yang negatif.
12
KEMBANG JAKSI
Jaksi > bisa dimaknai jadi + saksi . 2) Jaksi = bunga sejenis pohon pandan. Maknanya: Segala sesuatu yang dikerjakan seseorang akhirnya akan menjadi saksi pula bagi dirinya.
13
BO'EH RARANG
Bo'eh = kain kafan. > rarang = suci, mahal. Maknanya: Semuanya akan berakhir bila satu saat mau tidak mau harus memakai kain kafan yang suci, yaitu datangnya waktu kematian mungkin secara fisik atau secara psikis.
14
BUKIT TUNGGUL.
Bukit = Bentuk gunung yang lebih kecil. > Tunggul = pokok pohon. Maknanya: Siapapun orangnya, kaya-miskin, pembesar atau pun rakyat kecil semuanya mempunyai pokok sejarah dirinya (leluhur) dan juga mempunyai pokok jati dirinya.
15
GUNUNG BURANGRANG.
Burangrang > Bukit + rangrang. > rangrang = ranting. Maknanya : Siapa pun orangnya tetap akhirnya akan ada sangkut pautnya dengan keturun dan masyarakat yad. yang pada gilirannya semuanya akan hilang ditelan masa (B.S ngarangrangan).
16
TANGKUBAN
PARAHU
Tangkuban = tertelungkup, menelungkup. > Parahu = perahu. > Gunung Tangkubanparahu = gunung yang bentuknya seperti perahu yang tertelungkup. Maknanya: Dalam kosmologi Sunda, gunung dimaknai sebagai tubuh manusia. Gunung Tangkubanparahu dimaknai sebagai manusia yang sedang menelungkupkan dirinya dan itu menandakan suasana hati yang sedang bingung penuh penyesalan.
17
TALAGA BANDUNG.
talaga = danau. >bandung = 1) perahu atau dua buah rakit yang disatukan dan di atasnya dibuat tempat berteduh. 2) bandung > bandung + an = memperhatikan, menyimak. Maknanya: Talaga dimaknai sebagai alam kehidupan di dunia ini. Talaga Bandung = Dalam kehidupan di dunia ini kita ibarat perahu yang dirakit berpasangan dengan sesama makhluk lain, seyogyanya dapat membangun kehidupan bersama, yaitu kehidupan yang saling memperhatikan, silih asih, silih asah dan silih asuh, interdependency (saling ketergantungan yang harmonis), equaliter ( setara di depan hukum) dan egaliter (setara di dalam kehidupan)

Makna alur prosa
Dari tabel tersebut apabila diperhatikan secara sistematis akan melahirkan sebuah perspektif baru bagaimana memahami kearipan atau ajaran tentang kosmos[7] dan logos[8] sebagai sebuah sistem petanda[9] yang terkandung secara intrinsik dalam mitologi Sangkuriang. Sebuah uraian yang indah dan metaforis bagimana sebuah struktur kearipan dikemas dalam bahasa yang sederhana, ringan, dan mudah dituturkan tetapi menyimpan pesan kewaskitaan yang mendalam. Sebuah rangkain penanda[10] yang seolah tanpa putus saling memberi arti dan menghasilkan makna-makna mandiri yang kemudian memuncak dalam ketidakterhinggaan metafisis.
Secara sederhana alur cerita diatas melalui bedah etimologis, semantik, dan semiotik adalah gambaran pergulatan manusia dalam menggeluti dirinya untuk mencapai hakekat kemanusiaan yang abadi[11].
Sangkuriang/sang kuring adalah gambaran ego[12] atau diri yang terlempar dan menemukan dirinya dalam keterasingan. Kegerahan dalam menjalani hidup mendorongnya untuk merefleksikan eksistensi kehidupannya. Berusaha menemukan dirinya yang hakiki, keadaan ini disebut dengan wayungyang. Berkat usaha kerasnya sang kuring akhirnya mendapat cahaya pencerahan, hidayah, dan kebenaran sejati yang disimbolkan dengan danghyang Sumbi atau Rarasati[13].
Hakekat sang kuring yang manusia biasa sering terkena lupa sehingga cahaya pencerahan yang didapat bisa saja hilang atau terlindas oleh keinginan nafsu. Sang kuring harus terus hati-hati dan eling (teropong/meneropong) agar tidak terjatuh dan digagahi/atau dikuasi kebimbangan (si Tumang), karena kebimbangan akan melahirkan sang kuring yang egois dan tidak tercerahkan. Ego kuring ini bersebrangan dengan nurani yang tercerahkan. ketika yang menguasai adalah ego kuring maka nurani mengusir sang kuring dari pangkuan pencerahan (Dayang Sumbi memukul Sangkuriang dengan sendok). Dari pada menyadari kesalahan, sang ego dengan kesombongannya malah berkeliling dunia untuk mencari ilmu keduniawian.
Secara sadar ataupun tidak dalam perjalananya sang ego rasio kembali ke asal dan bertemu kembali dengan nurani yang tercerahkan. Pertemuan ini tidak mudah untuk disatukan, sang ego dengan segala kesombongan ilmunya untuk bisa bersatu dengan nurani tercerahkan harus berusaha hidup manusiawi dalam kehidupan sosialnya yang beragam (citarum). Ia harus mampu membentuk dan mengaktualisasikan dirinya dalam lingkungan barunya (talaga bandung) dengan segala kekuatan yang dimilikinya.
Keinginan bersatunya antara ego dengan nurani sang kuring tidak didasari oleh niat yang tulus. Sang kuring ingin bersatu lebih bertujuan ingin mendominasi dan menaklukkan sang nurani yang telah mengusirnya. Sang kuring mengalami kegagalan ketika ia mendasarkan dirinya dengan kesomboangan dan tidak menyadari akan asal keberadaannya. Sang kuring tidak terlepas dari tunggul (bukit Tunggul) atau asal dirinya dan asal mula lahirnya kehidupan (digambarkan dengan timur tempat keluarnnya matahari). Mempunyai keturunan yang nanti akan menjadi tulang-belualang tak berguna (gunung Burangrang). Hidup tidak bisa dikendalikan sang ego karena yang menghidupi bukan dirinya. Harapan untuk bisa bersatu dengan nurani akhirnya terputus oleh menjemputnya kematian (Boeh rarang).
Sang ego hanya bisa meratapi, akhirnya ia tersadar dan membuang/menendang sifat egoistis dan mendapatkan dirinya seonggok manusia transendental yang bersujud (tangkuban parahu). Untuk memenuahi harapannya maka dikejarlah sang nurani maka ia hanya mendapatkan sang nurani tidak lagi ada dan hanya menjadi saksi (jaksi) dari perbuatanya.
Puncak kedarannya akhirnya sang kuring benar-benar melepasakan semua sifat ngaberung (ujung berung)/ keegoisannya. Dengan membuang dominasi keegoisan (manglayang) ia membuka kran komunikasi (sanghyang tikoro) kehidupan. Melakukan kebaikan, baik melalui ucapan (menjaga ucapan) maupun makanan (menjaga dari yang haram).

Tafsir suluk Haji Hasan Mustopa
Haji Hasan Mustofa sang begawan sunda menyebut legenda Sangkuriang suluk Bandung, sebuah lakon ziarah sufistik manusia. Ia menggap Sangkuriang sebagai jangkar dalam pencarian Tuhan. Sebagaimana yang terungkap dalam bait pantun dibawah ini[14]:
Jangkarna jati walagri, waluya kasampurnaan, kaperong bawatna bohong, disulukan disindiran, bukaeun di pawekasan, mungguh pasulukan Bandung, kacarita Sangkuriang.
Jangkarnya sehat sejati, selamat kesempurnaan, tampak perbawanya bohong, disuluki disindir, untuk dibuka di akhir nanti, kalau ilmu suluk Bandung, tersebutlah kisah Sangkuriang.
Dalam pasulukan Haji Hasan Mustapa, seorang Sangkuriang mengerti bahwa dunia yang mengelilingi dirinya ibarat lautan, demikian luas dan dalam sehingga siapapun yang terbenam ke dalamnya sulit untuk menyelamatkan diri. Pengertiannya tentang dunia itulah yang menyebabkan ia diminta kesanggupannya untuk berlayar mengarungi lautan.
Pelayaran adalah simbol perjalanan mengarungi dunia tanpa tersentuh airnya, dengan perahu layar sebagai jasad dan seluruh perangkat nalar yang ada padanya sedangkan nafs sebagai penunggangnya. Meski seorang pencari Tuhan mesti sanggup mengarungi lautan, keberanian Sangkuriang pergi berlayar itu disebabkan oleh dorongan syahwatiahnya. Seketika ia membuat dudukan perahu yang ukurannya terlampau besar. Dudukan perahu ini adalah seluruh aspek penalaran jasadiah yang diperlukan untuk duduknya sang nafs. Sangkuriang hanya mementingkan pembangunan konstruk penalaran yang sebanyak-banyaknya untuk menjaga semua kemungkinan yang dapat mencegahnya tenggelam dalam masalah keduniaan. Disebabkan niatnya yang tidak murni, ia menjadi lalai terhadap kewajiban menahan diri dari unsur keduniaan itu sendiri yang pintu masuknya ada pada kerongkongan; pintu masuk ini disimbolkan dengan Sangiang Tikoro. Sangiang Tikoro adalah saluran air bawah tanah yang menghubungkan Cekungan Bandung dengan daerah luar. Sangiang Tikoro mesti dibendung bila hendak menciptakan danau di Cekungan Bandung. Bahkan ranting pohon dirinya yang hendak tumbuh (rangrang) berubah menjadi Gunung Burangrang.
Sangkuriang demikian lalai hingga habislah waktunya untuk berjalan. Kekhawatiran Sangkurianglah yang menyebabkan gagalnya pelayaran itu sehingga ia mengalami 'kesiangan'. Haji Hasan Mustapa menegaskan lagi bahwa dongeng ini merupakan siloka bagbagan nyawa, yaitu seloka tentang jiwa/nafs.

Konsep-konsep dibalik mitologi Sangkuriang
Beragam interpretasi yang muncul dilatarbelakangi oleh pemaknaan terhadap konsepsi yang terkandung pada pesan yang disampaikan dari rangkain cerita yang dituturkan. Konstruksi konsep yang disampaikan ini tidak terlepas dari milieu untuk mengatasi ruang dan mendudukkan kemanusiaan pada tempat yang tak terjajah oleh kepanaan. Konsep yang utuh mengandaikan semua bagian yang dibutuhkan untuk menyokong tegaknya teori terpenuhi, baik dari akar, cabang sampai kepada rantingnya.
Dalam kacamata tersebut mengidentifikasikan bahwa Sangkuriang adalah sebuah konsep Kepercayaan atau filsafat hidup masyarakat sunda buhun. Ada keterkaitan yang erat antara realitas Hyang dengan sang kuring, sang kuring dengan Citarum, dan sang kuring dengan Gunung dan si Tumang. Secara sederhana ini adalah gambaran dari sang kuring secara personal dan mandiri tidak terlepas dari tiga hakekat yaitu Ketuhanan (Hyang), Sosial (Citarum dan talaga bandung), dan Alam. Aspek kedirian sang kuring tidak terlepas dari unsur kemanusiaan yaitu problem kehidupan dan kematian, nurani dan rasio, ego dan superego. Sang kuring hidup bebas dengan segala potensinya dalam batasan dunia yang meliputinya.
Dua konsep yang terkandung dalam mitologi tersebut yaitu konsep ketuhanan/ teologis dan kemanusiaan akan coba digali dibawah ini:
1. Konsep teologis
Menurut Jakob Sumardjo (2002), dalam lintasan sejarah kerohanian Indonesia dikenal adanya hirarki tiga dunia, yaitu; dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. Dunia atas adalah dunia hyang, dunia tengah adalah dunia perantara yang bersipat gaib dan ambivalen, dan dunia bawah adalah dunia manusia. Manusia berasal dari dunia atas dari sang hyang. Oleh karena itu dalam kepercayaan sunda istilah yang merujuk kepada tuhan adalah hyang atau sanghiang. Istilah hyang dianggap sebagi istilah universal yang dipercaya sebagai perwujudan logos, kata tersebut pararel dengan tuhan Allah dalam islam dan kristen, Tian dalam Konghucu. Perbedaan pelapalan dan kata kalau dianalisa secara semiotis terletak pada aspek langue[15] bukan pada penanda absolutnya.
Gambaran ketuhanan dalam mitologi diwakili oleh sosok raja Perbangkara/ Prabhangkara. Raja adalah sesuatu yang dikenal dalam budaya manusia hal ini untuk menunjukkan keberadaan tuhan yang tidak jauh dengan kemanusiaan. Tuhan yang aktif yang tanggap akan doa hambanya. Tuhan yang memberikan wayungyang atau cahaya pencerahan kepada manusia baik dalam bentuk wahyu, ilham, alam sebagai sebuh pegangan.
Komunikasi antara dunia atas dan dunia bawah yang disimbolkan melalui Dayang Sumbi atau Danghyang Sumbi dapat dianalisa bahwa Danghyang Sumbi berposisi di dunia tengah yang dalam kepercayaan sunda dianggap juga memiliki aspek metafisis “Hyang” sebagai refresentasi dari dunia atas. Perkawinan yang di harapkan bukan perkawinan dengan Dayang Sumbi tetapi perkawinan dunia atas dan dunia bawah atau ber-tajalli-nya manusia dengan Tuhan. Danghyang Sumbi adalah perantara yang bisa menyatukan antara kedua dunia tersebut, atau bisa di sejajarkan dengan ajaran cinta ketuhanan yang bisa mengantarkan kedekatan manusia dengan Tuhan.
Bagaimana Tuhan yang digambarkan Sangkuriang apakah tuhan politeis atau tuhan monoteis. Untuk mendapatkan jawaban tersebut karena tidak terdapat dalam teks akan dicoba dianalisa dari kata yang berhubungan dengan alur cerita yang secara tersirat menyinggung persoalan tersebut. Dalam alur diceritakan bahwa ketika Sangkuriang hendak membuat perahu untuk berlayar ia menebang sebuah pohon, bekas pohon tersebut kemudian menjadi tunggul. Tunggul bisa dipahami sebagai asal pohon atau ditarik kepada tataran yang luas adalah asal dari segala sesuatu, termasuk awal dari manusia itu sendiri. Manusia lahir dari proses hidup alami yang awalnya adalah dari satu eksistensi.
Kata tunggul dalam analisa semiotik secara ponetis dekat dengan kata tunggal/ nunggal/ tutunggul/ tanggul/ tanggal. Tunggul identik dengan Tunggal, awal sesuatu adalah tunggal kemudian menjadi tunggul. Asal dan akhir sesuatu inilah yang merepresentasikan hakekakat ketuhanan. Hakekat ketuhahan dalam mitologi tersebut bisa dipahami sebagai Tuhan yang tunggal atau monotheis.
2. Konsep kemanusiaan
Sangkuriang atau sang kuring[16] dalam mitologi tersebut apabila di analisa lebih lanjut menujukkan bagaimana sebuah konsep kesundaan tentang manusia sunda atau filsafat manusia orang sunda dikemas, digambarkan, dan disampaikan kepada kita sebagai sebuah prinsip yang mapan dan utuh baik sebagai manusia psikologis, sosial, maupun spritual. Berbicara inti manusia, alam kodratnya dan strukturnya yang fundamental. Bukan hanya manusia dilihat sebagai suatu makhluk, sebuah benda, tapi suatu prinsip adanya (principe d'etre). “Sesuatu yang olehnya manusia menjadi apa yang terwujud, sesuatu yang olehnya manusia mempunyai karakteristik yang khas, sesuatu yang olehnya ia merupakan sebuah nilai yang unik." tulis Leahy (1985: 11).
Manusia yang sang kuring ini pertama digambarkan sebagai mahluk biologis (Sangkuriang lahir dari ibunya Dayang Sumbi) yang mempuyai hasrat seksual (ingin mengawini perempuan), makan dan minum (berburu untuk makan). Ilustrasi ini menunjukkan bahwa sang kuring bukan dewa atau spiderman tetapi manusia biasa. Sang kuring secara biologis adalah manusia yang berkaitan dengan unsur material, manusia secara otomatis tunduk kepada takdir tuhan di alam semesta.
Sang kuring apabila dibandingkan dengan makhluk lainnya (anjing si tumang) mempunyai kelebihan karena ia diberi Nurani dan Akal. Lewat akalnya manusia diberi kemampuan mengembangkan daya nalarnya (Sangkuriang mengembara). Melalui potensi akalnya inilah manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Nurani selalu membingbing manusia untuk taat dan patuh pada cahaya tuhan, tetapi karena potensi akalnya manusia bebas mengikuti atau melepaskan diri dari-nya.
Manusia juga adalah makhluk sosial. Permintaan Danghyang Sumbi membuat Talaga Bandung adalah manifestasi dari pentingnya kehidupan sosial--Talaga Bandung: Dalam kehidupan di dunia ini kita ibarat perahu yang dirakit berpasangan dengan sesama makhluk lain yang saling bergantung dan setara--. Sang kuring bukan hanya membuat telaga kehidupan--membangun tatanan masyarakat-- tetapi mengarungi telaga tersebut dengan perahu yang kokoh supaya tidak tenggelam dalam riuh dan ributnya arus air. Melepaskan tabir individualitas dan kesombongannya dengan menjaga tikoro atau kerongkongnnya dari hal yang mencelakakan.
Manusia yang diilustrasikan mitologi Sangkuriang memperlihatkan manusia dalam ketegangan antara predisposisi negatif dan positif. Dorongan nafsu mendorong manusia untuk terjun ke lembah syahwatiah dan mengabaikan nilai-nilai cahaya pencerahan; sedangkan nurani menuntun manusia senantiasa mengakrabi tuhan dan kebenaran. Manusia dituntut untuk memenangkan predisposisi positif yaitu mengikuti fitrah kemanusiaan.
Manusia secara kongkrit dituntut harus menyeimbangkan atau mengawinkan antara rasio dan nurani dengan tulus. Melakukan perintah dengan ikhlas dan penuh tanggungjawab. Sehingga manusia menemukan dirinya nunggal dalam kesatuan eksistensi.

Penutup
Demikianlah sekelumit kearipan pandangan hidup Sangkuriang dalam melayari kehidupannya baik sebagi manusia lahir ataupun manusia transenden. Tentu saja tafsir ini bukanlah satu-satunya karena dalam mitologi tersebut masih menyimpan beribu tafsir kearipan yang dapat kita ambil dan hayati.




DAFTAR PUSTAKA
1. Ajip Rosidi, (1989): Haji Hasan Mustapa jeung Karya-karyana, Pustaka: Bandung
2. Wouden, F.A.E. van, Klen, mitos dan kekuasaan, Jakarta, Grafiti Pers, 1985
3. Hidayat Suryalaga, “Peran Sangkuriang dan Dayang Sumbi dalam legenda gunung tangkuban parahu”, internet ekplorer, 2002.
4. Iwan Suryolaksono & Alfathri Adlin, Dari Mitos Oedipus hingga Dongeng Sangkuriang, (PICTS). Bandung.
5. Kurniawan, Semiologi Rolland Barthes, Magelang, Indonesiatera. 2001
6. Jakob Sumarjo, Arkeologi budaya Indonesia, Yogyakarta, Qalam. 2002
7. E. Sumaryono, Hermeneutika, Yogyakarta, Kanisius. 1999.
8. Hunnex, Milton, Peta filsafat; Pendekatan kronologis dan tematis, Bandung, Teraju. 2004
9. Jalaluddin Rahmat, “Konsep-konsep Antropologis”, Paramadina, Jakarta
10. Paz, Octavia. Levi Straus; Empu antropologi struktural, alih bahasa Landrung Simatupang, Yogyakata, LkiS. 1997
11. Lyotard,Jean Francois, Posmodernisme; Krisis masa depan pengetahuan. Bandung, Teraju Mizan, 2004
12. Leahy, Louis, Manusia: Sebuah Misteri, Jakarta:Gramedia. 1986

[1] Diambil dari Hidayat Suryalaga, “Peran Sangkuriang dan Dayang Sumbi dalam legenda gunung tangkuban parahu”, 2002. hal 4-5
[2] Jeans F. Lyotard tokoh filsup posmodernisme Prancis menolak legitimasi narasi besar sebagai representasi kemodernan sebagai alternatif ia menghidupkan kembali narasi-narasi lokal pada tempat yang sejajar.
[3] Dalam filsafat bahasa “simbol” tercipta secara konvensional, seperti anggukan kepala yang berarti setuju. Simbol ini menunjukkan kepada sesuatu yang sudah disepakati pada suatu sistem budaya dalam ruang dan waktu tertentu.
[4] Opcit.
[5] Lihat dalam Kurniawan, Semiologi Rolland Barthes, Indonesiatera, Magelang, 2001, hal 53.
[6] Opcit.
[7] Istilah kosmos dipakai oleh Pythagoras filosof Yunani (580-500 SM) untuk melukiskan keteraturan dan harmoni pergerakan benda-benda langit. Kosmologi adalah pengetahuan tentang alam semesta yang berupaya memahami struktur ruang-waktu dan komposisi alam semesta skala besar dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan alam
[8] Logos berasal dari bahasa Yunani yang berarti alasan teologis perbuatan-perbuatan yang mengacu kepada perinsif universalitas. Dalam ensiklopedia encarta dijelaskan: Logos is a mediating principle between God and the world and can be understood as God’s Word or the Divine Wisdom, which is immanent in the world.
[9] Petanda erat dengan filsafat bahasa yang berarti konsep atau representasi dari sesuatu.
[10]Penanda berarti adalah relatum/mediator yang substansinya berbentuk materi seperti suara, objek, bukan sebuah konsep.
[11] Bandingkan dengan fungsi agama. Agama merujuk dan mendasarkan dirinya pada keabadian (tuhan dan kehidupan sorgawi)
[12] Istilah ego dipakai oleh Sigmund Freud yang mengatakan ada tiga bagian dari manusia yang selalu konflik secara internal yaitu ego, id, dan superego. Menjadi manusia harus bisa menaklukkan id dan mengontrol superego. Tapi dalam makalah itu tidak sepenuhnya mengacu kepada pendapat diatas.
[13] Nama lain dayang sumbi yang berarti Hati atau qalbu yang penuh dengan kehalusan budi karena mendapat pancaran sinar Ilahi.
[14] Sebagian besar teks Haji Hasan Mustapa dalam makalah ini dikutip dari Ajip Rosidi, (1989): Haji Hasan Mustapa jeung Karya-karyana, Pustaka: Bandung
[15] Langue dalam filsafat bahasa menurut Saussure seorang tokoh stukturalis adalah bahasa yang mengindividukan makna atau bahasa yang direkam secara pasif, ia merupakan produk sosial dari kemampuan bahasa dan sekaligus keseluruhan konvensi yang dipengaruhi oleh kelompok sosial yang memungkinkan mempergunakan kemampuan itu. Langue ini sangat dipengaruhi oleh budaya.
[16] Dalam bahasa Sunda kuring berarti “aku”, “saya” atau yang menujukkan kepada subyek pelaku yang secara personal mandiri.
posted by Kharien @ 11:09 PM   0 comments
Wujud cita good governance

Kampus adalah sebuah wadah yang didalamnya terdapat berbagai element, yang didalamnya memiliki kepentingan yang berbeda. Mahasiswa sebagi salah satu komonen yang yang ada dikampus merupakan sosok yang paling penting dalam menggambarkan dinamisasi kampus.
Peran mahasiswa sebagai agen social of change telah dipersiapkan dan dibentuk guna meneruskan periodesasi masyarakat sebelumnnya. Oleh karena itu bentuk kegiatan mahasiswa tidak lepas dari gambaran kegiatan didalam lingkungan masyarakat. Peran yang paling menonjol dari kelompok mahasiswa adalah peran-peran intelektual dan politik. Peran politik yang dilakukan dilingkungan kampus bertuajuan untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin kedepan yang lebih berkualitas. Mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi diharapkan mampu melakukan sebuah inovasi baru demi kemajuan bangsa dan negaranya.
Potensi-potensi yang terdapat dalam diri mahasiswa adalah modal yang sangat besar untuk melakukan sebuah perubahan yang lebih positif.

Negara kampus
Dalam menyalurkan hasrat perpolitik mahasiswa mempuanyai sebuah media yang mampu menggojlog mahasiswa dan membentuk mahasiswa menjadi seorang pemimpin masa depan. Penulis yakini bahwa mahasiswa yang memiliki interest terhadap hal tersebut merupakan calon-calon yang akan menggantikan pemimpin masyarakat dimasa yang akan datang. Bagi penulis media tersebut dibahasakan sebagai negara kampus, yang memiliki sebuah struktur pemeritahan yang teratur dan memiliki undang-undang yang menajdi dasar perilaku kehidupan berpolitik. Diaktakan sebagai sebuah negara karena didalam kampus sendiri memiliki ciri-ciri sebuah negara yaitu memiliki pemimpin, masyarakat yang dipimpin, walaupun orang yang tinggal dikampus akan mengalami perguliran. Seperti yang dikatan oleh sabirin harahap syarat-syarat yang harus dimilki oleh sebuah negara adalah: harus ada daerah tertentu, hars ada rakyat, dan harus ada pemerintahan yang berdaulat. Okehlah kalaupun negara yang maksud tidak sama dengan apa yang dikatan sabirin harahap, jika pendapat tersebut kita tarik kedalam kampus maka hal itu bisa dijadikan gambaran negara kampus.
Dalam pembahasan negara kampus ini penulis akan lebih menekankan pada yang sisi pemerintahan yang memiki kedaulatan baik kedalam maupun keluar. Pemerintahan kampus atau yang biasa disebut student goverment merupaka kristalisasi dari harapan dan cit-cita dari seluruh mahasiswa. Oleh karena itu bagaimana student goverment itu betul-betul mampu menjadi fasilitator dari aktivitas-aktivitas mahasiswa dalam mengembangkan diri-dan aktifitas-aktifitasnya baik dalam akademik maupun politik.
Pemerintahan kampus yang berkualitas dapat diwujudkan oleh kesadaran mutlak dari seluruh mahasiswa yang ada. Harus kita sadari bersama pembentukan pemerintahan kampus tidak berdasarkan paradigma ” bellum omnium contra omnes” atau ”homo homini lupus” dimana sebauh paradigama saling menyerang dan saling menguasi, siapa yang kuat dialah yang menang, semua orang adalah lawan yang harus dilawan dan ditundukkan. Tetapi pemerintahan kampus dibentuk atas dasar kesadaran bersama diamna kita saling membutuhkan dan menyadari ada kebutuhan-kebutuhan kolektif yang harus diperjuangkan secar bersama-sama. Oleh karena semua mahasiswa memilki hak dan kedudukan yang sama dalam pemerintahan kampus tersebut.
Atas dasar paradigma tersebut maka wujud dari student goverment harus memiki corak yang menggambarkan kebersamaan, demokrasi, dan menbghargai terhadap hak-hak yang lain.
Komponen-komponen yang mengiringi terbentuknya good student goverment adalah:
keterbukaaan (transparant)
syarat pokok dalam sebuah pemerintahan yang baik adanya hubungan komunikasi secara terbuka, dengan terbentuknya keterbukaan maka tidak akan ada pihak yang dirugikan dari sebuah kebijakan yang dibuat dan penghargaan terhadap hak mahasiswa lebih di jungjung.
pemerintahan yang bersih
syarat mutlak dari pemerintahan yang baik adalkah niatan dan berusaha sekuat-kuatnya untuk membentuk pemerintahannya bersih dari segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal itu bisa dilakuakn jika pemerintah yang dipilih memiliki kesadaran untuk memangawali dari dirinya sendiri sejau mungkin menghindari dari kemunafikan yang akan merugikan rakyatnya. Indikasi terbentuknya pemerintahan yang bersih adalah keikhlasan, kesungguhan dan kejujuran dari seorang pimpinan pemerintah.
membentuk jaringan seluas-luasnya
sebuah negara tidak bisa begitu saja kuat dan dapat pengakuan dari yang lain jika tidak berusaha untuk melakukan hubungan institusi yang lain, oleh karena itu jaringan yang luas merupakan modal untuk mengembangkan ekonomi, sosial dan keamanan.jaringan yang dapat dilakukan harus dari berbagi level dari mulai lembaga-lembaga tinggi negara secara makro (nasional), kemudian lembaga-lembaga kemahasiswaan dilembaga-lembaga tinggi yang lain, juga institusi yang ada dibawahnya yang suatu waktu dibutuhkan.
kemandirian
sebuah pemerintahan dikatakan baik dan berkualitas jika ia mampu memandirikan rakyatnya, sifat dari ketergantungan masyarakatnya tidak terlalu besar, permasalahn yang dihadapi masyarakat tidak diberikan solusi secara instant sehinggga masyarakat merasa ketergantungan, tetapi bagaimana pemerintah mampu memberikan solusi yang berupa alat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakatnya. Kemandirian ini bisa dalam bentuk kemandirian propesi, kemadirian ekonomi, maupun kemandirian pendidikan. Itu diantaranya komponen yang mengiringi terbetuknya pemerintahan yang baik dan berkualitas (good student goverment)
posted by Kharien @ 10:52 PM   0 comments
Monday, February 12, 2007
Aah, hati...
Muak aku dengan rasa yang bergejolak dalam hati ini,
Melemahkan jiwa kepada dasar ketidakberdayaan,
Membuat apatis menggandeng diri hadapi hari,
Pikir ini telah nyata-nyata memutuskan tuk berhenti mencintainya,
Namun rasa ini tak mau berhenti menyayanginya,
Hingga membuatku harus menari dalam kebencian,
Kebencian yang hanya melukai ku sendiri,
Terpekur aku dalam kebodohan diri mengharapkannya,
Terjembab aku dalam kenyataan dia tak lagi milikku,
Tapi…aku belum juga bangkit dan meninggalkan bayangnya,
Karena hati nurani ini telah terbutakan oleh ego yang bertopeng nama cinta.
posted by Kharien @ 1:58 PM   0 comments
FOTRET AGAMA MASA KINI
Paul Tillich seorang pakar studi agama dalam buku teologi kebudayaannya menyatakan bahwa agama adalah konfleksitas. Ia mewujud dalam berbagai ranah kehidupan manusia, salah satu bentuk manifestasinya adalah budaya. Agama selalu menjiwai seluruh gerak kebudayaan. Sejarah manusia yang selalu bersinggungan dengan dimensi kesucian agama memberikan implikasi besar terhadap kontruksi kebudayaan dunia. kebudayaan yang merupakan cerminan dinamika dua elemen fundamental dalam kehidupan manusia yaitu agama dan rasio.
Abad pertengahan sering disebut abad agama, baik islam di masa kejayaannya ataupun kristen sebelum masa renaisans betul-betul mendominasi. Gereja menjadi institusi yang punya hak legitimasi kebenaran, segala sesuatu yang bertententangan dengannya diberangus. Budaya yang didominasi agama kadang mematikan rasio, sebagai contoh ketika Galileo menyatakan bahwa sebetulnya yang bergerak dalam sistem tata surya itu bukan matahari, tetapi bumi. Penganut doktrin kristen yang beranggapan lain bereaksi keras dan menghukum mati Galileo dengan cara meminum racun. Ungkapan Penyair muslim terkenal Jalaluddin Rumi, "Di negara yang diperindah cinta, akal digantung; Di negara yang diperintah akal, agama disembelih" seakan tak terbantahkan.
Persinggungan agama dengan ilmu atau rasio menimbulkan pengaruh cukup besar. Secara diametral keduanya saling mempengaruhi. Perkembangan ilmu yang demikian pesat akhir-akhir ini yang diramalkan oleh para ahli akan mematikan agama, ternyata tak terbukti. Agama bahkan tampil kembali kepermukaan dengan bentuknya yang baru. Tantangan sains yang positivis yang memarjinalkan agama dan mengangapnya tak berguna karena tak bisa dibuktikan secara ilmiah mendorong para agamawan untuk mengkaji kembali agama secara lebih mendalam dan mencari bentuk relevansinya dengan keadaan sekarang. Agama di interpretasikan ulang. Karena pemahaman keberagamaan selalu meruang dan mewaktu maka bentuk keberagamaan era sekarang pun sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio historis zaman ini.
Pada era globalisasi agama dan budaya sekarang ini, umat suatu agama di seantero dunia secara alamiah harus bersentuhan dan bergaul dengan budaya dan agama orang lain. Mereka juga dituntut tidak lagi menutup diri. Keterbukaan dan sikap membuka diri dalam ruang publik dan dialog antar keyakinan diharapkan akan mendorong pemahaman keberagamaan yang pluralis, toleran dan egaliter.
Namun hal itu bukan tanpa hambatan, baik sebagai individu dan lebih-lebih sebagai kelompok, mengalami kesulitan keagamaan ketika harus berhadapan dengan arus dan gelombang budaya baru ini. Hambatan itu kadang berupa pemahaman keagamaan yang terlalu ekslusif, doktriner, dan kaku. Klaim bahwa agamanya yang terbenar akan menimbulkan fanatisme yang berlebihan. Agama dan keyakinan lain akan dianggap sebagai sesat. Perang dan pembunuhan sering terjadi atas nama agama dan Tuhan. Kasus Sampit, Ambon rasanya masih mengiang ditelinga kita. Betapa dahsyatnya akibat yang harus dipikul dengan kehilangan keluarga, sanak famili, dan harta benda ketika keberagamaan yang seharusnya menentramkan malah menjadi bencana kemanusiaan.
Selain itu, setiap agama mau tidak mau harus mendasarkan diri pada the holy scrupture atau kitab suci. Teks dalam kitab suci diletakkan dalam posisi yang supreme, begitu tinggi sehingga mengalahkan realitas hidup yang terus berubah. Fenomena sosial yang kita lihat akhir-akhir ini, yaitu fundamentalisme, sebetulnya merupakan wujud modern dari kecenderungan yang sudah berurat berakar lama dalam agama-agama Kitab-Suci-Tertulis, yaitu kecenderungan untuk meninggikan teks di atas pengalaman kongkrit manusia. Dasar pokok dalam fundamentalisme agama (termasuk di dalamnya adalah fundamentalisme Islam) adalah kehendak untuk mengukuhkan teks. Fundamentalisme ini seringkali dituduh sebagai biang keladi penghambat terjadinya harmonisasi hubungan antar agama, karena teks yang menjadi rujukannya hanya bersandarkan pada satu keyakinan. Dan realitas manusia adalah beragam, maka tidak mungkin menyamaratakan manusia dalam satu teorema dan pandangan hidup meskipun itu kitab suci namanya. Kalau sikap pluralis, egaliter dan inklusif tidak bisa di tanamkan sekarang, maka yang muncul kemudian adalah sikap sebaliknya; kemungkinan kisah-kisah tragis fanatisme keagamaan akan dicatat kembali dalam lembaran buram sejarah agama-agama.
Keberadaan agama sendiri secara fungsional adalah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dalam keselarasan dirinya dengan alam dan sesamanya terutama dalam mencari dan mencapai kebenaran yang terus-menerus berubah seiring dengan perkembangan zaman. Dinamika zaman yang sarat akan konflik menjadikan fungsi agama menjadi sebuah sarana harmonisasi bagi setiap kontradiksi yang ada dalam kehidupan manusia sehingga setiap bentuk perseteruan tidak terjadi antara manusia dan sesamanya. Perbedaan kepentingan dari beragam keunikan manusia dan beraneka macam bentuk agama menjadikan manusia harus mempertanyakan setiap kebenaran yang ada dalam hidupnya dan hal semacam ini tentu saja menjadi sebuah proses kesejarahan dan dialektika terus-menerus dalam mencari gambaran Tuhan di dalam diri manusia.

Agama dan pluralisme
Dalam wacana hubungan antar agama sikap yang berusaha saling memahami, terbuka (inklusif) dan egaliter sering disebut toleransi. Toleransi adalah norma dan etika yang bisa ditemukan pada kefitrian insani. Ukuhuwah dan toleransi adalah pesan abadi Qurani yang berulang-ulang disampaikan oleh para Nabi. Selain itu toleransi juga hampir sepadan dengan kata pluralisme. Dari sudut pandang bahasa kata ini sangat mudah dipahami, plural berartikan banyak jumlah. Kata pluralisme bermula dari adat-istiadat gereja pada abad-abad pertengahan. Diawal kemunculan istilah ini, seseorang yang memiliki banyak kedudukan gerejani (misalnya seorang pastor yang sekaligus politisi dan pedagang) disebut sebagai seorang pluralis. Dalam konteks kekinian, pluralisme memiliki pengertian yang berbeda-beda bergantung pada sudut pandangannya. Pengertian pluralisme secara politis, filsafat, sosial, dll.
Term pluralisme saat ini seolah menjadi trade mark agama. Julukan sang pluralis pun menjadi kebanggaan. Gejala pluralisme populer bersama modernisme. Nurcholis Majid tokoh Modernisme Indonesia misalnya merupakan salah seorang penggagas pluralisme sebagai alternatif menjawab kondisi keagamaan di Indonesia yang rentan konflik dan keluar dari ortodoksi fatalistik. Wacana pluralisme saat ini semakim diminati oleh banyak kalangan. Seiring dengan makin banyaknya konflik yang ditengarai sebagai akibat dari perbedaan agama atau mazhab. Pluralisme agama adalah sebuah solusi ilmiah untuk meredam keadaan yang melanda tersebut. Pluralisme agama memberikan pesan untuk setiap umat manusia bahwa keyakinan kepada sebuah agama tertentu bukan alasan untuk menyalahkan agama lainnya. Pluralisme agama menyatakan bahwa kebenaran adalah milik bersama.

Kritik terhadap pluralisme
Tetapi konsep ini bukan tanpa masalah, pluralisme menyatakan semua agama itu memiliki hakikat kebenaran. Islam yang monotheis benar. Kristen yang politheis benar. Hindu yang trimurti juga benar. Dalam konteks ini, mungkinkah akal kita bisa menerima kebenaran dua hal yang kontradiktif ini? Mungkinkah Tuhan itu satu dan pada saat yang sama Tuhan itu tiga? Mungkinkah Tuhan itu ada dan pada saat yang sama tidak ada ?
Allamah Mizbah Yazdi mengkritik dengan pedas pandangan ini sebagaimana dikutip Alireza al-Athas dalam artikelnya “terminologi Pluralisme”. Ia memberikan empat terminologi pluralisme serta mengkritisinya, sebagai berikut; Pluralisme adalah toleransi, Pluralisme berarti memandang sama sebagai satu hakikat, Pluralisme memandang bahwa hakikat itu banyak bentuknya, dan pluralisme berarti hakikat terdiri dari beberapa unsur dan masing-masing tersimpan dalam sebuah agama.
Pertama pluralisme adalah toleransi, artinya bahwa tidak seharusnya umat manusia saling memerangi. Hidup tentram dan tenang adalah harapan setiap umat manusia. Agama atau mazhab bukan kendala untuk hidup bertoleransi diantara para pemeluk agama yang berbeda. Agama Islam sama sekali tidak menentang pluralisme sosial dalam pengertian ini. Bahkan Islam sangat menjunjung tinggi toleransi. Islam jelas-jelas menentang pemaksaan pendapat, apalagi bila dibarengi dengan kekerasan fisik. Setiap manusia berhak memilih pendapatnya sendiri, berhak memilih agama, partai atau mazhabnya sendiri, namun pada saat yang sama manusia juga harus menghormati orang lain yang memiliki pilihan berbeda dengan dirinya.
kedua pluralisme Memandang Sama sebagai Satu Hakikat. Dalam pandangan ini, perbedaan antara agama-agama yang ada terjadi karena perbedaan interpretasi, bukan kerena perbedaan esensi agama itu sendiri. Oleh karenanya, kebenaran hakiki bukan milik satu golongan. Manusia terkadang memahami hakikat didalam agama Yahudi, terkadang juga memahaminya didalam agama lainnya. Setiap orang memahami hakikat agama sesuai dengan inteletualitas dan latar belakang kehidupannya. Tidak ada yang berhak mengklaim pemahaman pribadinya atas hakekat sebagai yang paling benar. Dalam pengertian ini, agama dianggap semata-mata rekayasa akal. Karena setiap orang memiliki akal, maka, berdasarkan akalnya masing-masing, mereka berhak menafsirkan hakikat. Terminologi kedua ini juga menjadikan hakikat sebagai sesuatu yang tidak dapat dipahami manusia sepenuhnya.
Bagaimana dengan islam, kata Yazdi Islam jelas berkeberatan dengan konsep pluralisme dalam pengertian semacam ini. Contohnya, di beberapa ayatnya, Al-Quran menolak hakikat yang dipahami umat Kristen berkaitan dengan konsep anak Tuhan (al-Kahfi, ayat 4-5). Atas kritikan Quran ini, terminologi ini memberikan jawaban yang sangat absurd. Mereka bahkan tidak segan-segan menyatakan bahwa Al-Quran yang ada di tangan kita saat ini sama sekali bukan wahyu Tuhan melainkan hasil interpretasi para agamawan di zaman dulu. Karena itu, interpretasi mereka tersebut dilatarbelakangi pengetahuan sosial, fisik, dan natural yang terbatas dan sangat klasik. Sementara itu, kemampuan interpretasi manusia telah jauh berkembang. Maka, semestinya, interpretasi tentang hakikat dimasa sekarang ini jauh lebih maju dan oleh sebab itu, hasilnya harus jauh lebih baik. Begitulah seterusnya. Manusia tidak akan pernah sampai pada hakekat kebenaran. Manusia bahkan tidak akan mampu membuktikan hakekat kebenaran bahwa Tuhan itu ada atau tidak, apalagi kalau harus membuktikan bahwa Tuhan itu satu atau banyak. Sangat aneh dan absurd!
Peter Donovan beranggapan bahwa pluralisme tidak hanya menyelundupkan pesan toleransi sekaligus penolakan terhadap agama tetapi juga agen dari liberalisme politik internasional. Jurgen Multman bahkan menyebut bahwa toleransi itu tidak lebih sebagai pemberangusan. Ia menyetarakan pluralisme agama dengan konsumerisme masyarakat barat, satu gaya hidup pemujaan produk, sebagai berkah proyek admass dan imajinatisasi Amerika. Plurarisme adalah sebuah fenomena ambisi ekonomi dan sosial.

Pluralisme dan liberalisme
Pluralisme dan liberalisme merupakan ramuan mujarab untuk menuntaskan masalah fanatisme agama. Sejalan dengan liberasi ekonomi politik dan ekonomi internasional, liberasi dalam bidang pemikiran pun dicakarkan. Kesenjangan ekonomi, peperangan, dan kelaparan adalah masalah manusia yang tidak bisa hanya dituntaskan melalui bantuan ekonomi dan gencatan senjata. Ada bayak sebab yang melatarbelakanginya, dan tentu saja ada bayak cara untuk menuntaskanya. Pemikiran yang liberal dan maju diyakini akan mampu mendorong kearah kadaan yang lebih baik. Gaya berpikir yang rasional, futuristik, kontektual dan tidak dogmatis menjadi tumpuan pencerahan. Dominasi taqlid diharapkan bisa dihapus, dan umat bisa keluar dari kungkungan tradisi yang tidak produktif. Dengan adanya kesadaran dan pandangan dunia yang seperti itu diharapkan manusia bisa menempatkan agama dalam posisinya yang tepat sebagai rohmatal lilalamin. Bukan sebagai pemicu konflik dan penghancur kebudayaan, tetapi sebagimana yang Tillich katakan menjadi fondasi budaya manusia.
Liberalisme juga seakan suadah menjadi jamur dalam arena pemikiran. Tumbuh bukan hanya dilingkungan intelektual perkotaan, para mahasiswa, akademisi dan aktivis berbagai kajian diberbagai tempat menjadikan paradigma tersebut sebagai wacana baru pemikiran. Modernisme, Neo-modernisme, atau yang lebih populer sekarang Islam Liberal tidak hanya terbatas kepada kelompok yang dulu dianggap sebagai perintis pembaharuan, ia telah menjadi wacana yang bukan hanya milik para pembaharu, tapi juga telah menyebar ke dalam kaukus-kaukus muda yang berasal dari pesantren dan pedesaan.
Konstruksi pemikiran yang dibentuk (liberalisme) dengan landasan ideal yang menjadi pilar penyangganyapemikiran selalu menawarkan alternatif serta persefektif baru bagi kesadaran. Seperti Fazlur Rahman yang memberikan kesadaran teologi (sebagian) umat Islam di Indonesia dengan konsep pendekatan holistik (yang dikenal dengan “teologi Qur’ani”) yang disodorkannya, serta-merta telah membuka cakrawala pandang baru yang lebih fungsional, liberal, dan applicable dalam merespon problema sosial kemanusiaan mutakhir.
Sejumlah “organisme” pemikiran yang sangat berharga dan sarat dengan nilai-nilai liberal yang kontekstual, transformatif, dan juga otentik lahir. Di dalam negeri sendiri bermunculan para pemikir yang jempolan. Seperti Harun Nasution, Nurcholis Majid, Gus Dur, Kang Jalal, Kuntowijoyo dan lainnya. Kemudian generasi muda seperti Ulil, dengan islam liberalnya juga menjadi fenomena baru akhir-akhir ini.

Akhir kata
Agama yang sering dianggap sebagai esensi yang terdalam dan menyentuh setiap aspek kehidupan ternyata sarat tujuan. Secara fungsional keberadaannya bertujuan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dalam keselarasan dirinya dengan alam dan sesamanya terutama dalam mencari dan mencapai kebenaran yang terus-menerus berubah seiring dengan perkembangan zaman.
Ditengah konflik global agama diharapkan mampu menjadi mainstream harmonisasi bagi setiap kontradiksi yang ada dalam kehidupan manusia sehingga setiap bentuk perseteruan tidak terjadi antara manusia dan sesamanya. Perbedaan kepentingan dari beragam keunikan manusia dan beraneka macam bentuk agama menjadikan manusia harus mempertanyakan setiap kebenaran yang ada dalam hidupnya. Proses kesejarahan dan dialektika dalam mencari gambaran Tuhan di dalam diri manusia terus-menerus berlangsung dalam dimensi pertarungan ruang dan waktu.
Tujuan pokok beragama adalah pencapaian perkembangan rohani dalam diri manusia, yang sehat dan matang secara psikologis.
posted by Kharien @ 11:38 AM   0 comments
Fundamentalisme sebagai alternatif
Dalam sejarahnya, istilah fundamentalisme pertama kali diperkenalkan di Barat oleh kaum Protestan Amerika pada awal abad ke 20. Istilah itu digunakan untuk membedakan kaum protestan yang terlalu memandang suci terhadap teks agama, dibedakan dengan kaum Protestan yang lebih liberal. Ketika itu, kaum fundamentalis—dengan segala karakteristiknya—cenderung menutup diri dari komunitas luar (eksklusif), sementara kaum Protestan yang liberal cenderung inklusif. Akibatnya kedua sikap itu menjadi preseden buruk yang dikotomis-antagonis. Bersama guliran sejarah, istilah “fundamentalisme” dipakai secara arbitrair untuk menyebut gerakan-gerakan purifikasi (pemurnian keagamaan) yang terjadi di pelbagai agama dunia lainnya.
Fundamentalisme ini tidak bisa dilepaskan dari modernisme. Etos-etos modern ini membawa nilai konstruktif dan destruktif, penemuan-penemuan spektakuler di abad modern telah menggeser pandangan dari masyarakat irrasional menuju rasional. Dan itu merupakan keberhasilan yang terbesar dalam sejarah umat manusia. Di samping itu etos-etos modern juga membawa nilai destruktif di dalamnya. Di mana hakikat zaman peralihan dari masyarakat agraris pra modern, modernis, ke post-modernis itu telah ditandai dengan permasalahan-permasalahan kemanusiaan yang pelik.
Problema modernitas ini pada akhirnya dibawa ke permasalahan teologis, yang diharapkan mampu menganalisa zaman peralihan yang telah mempengaruhi bagaimana suatu nilai dan ideologi harus diartikulasikan kembali. Pada kasus ketiga agama monoteisme secara umum, kaum fundamentalis telah melakukan aksi resistensi, kritisisme, moderatisme, kemarahan dan bahkan penolakan sama sekali terhadap etos-etos modern.
Dengan demikian ada agenda bersama yang harus dicarikan solusinya, agar supaya cara keberagamaan umat manusia di era globalisasi dewasa ini semakin cair, inklusif, egaliter dan menghormati hak orang lain, baik dalam berteologi, berpolitik dan berbudaya, bukan dengan cara sikap beragama yang marah-marah.
Maka untuk jangka waktu ke depan, ekspresi keagamaan yang menawarkan sikap moderat, senyum dan toleransi yang tinggi kepada umat lain, yang akan dilirik oleh banyak orang. Prinsip ini secara simplistis tercermin dalam ajaran ummatan wasathan sebagai upaya untuk keluar dari titik-titik ketegangan antara norma agama dengan realitas kekinian.
Tentunya prinsip keabsahan moderatisme tersebut bertujuan untuk memudahkan bagi pemeluknya dan tidak membebaninya di atas batas kemampuan, sebagaimana Tuhan telah berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapatkan pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapatkan siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo’a): “Ya Tuhan kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepundak kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri Ma’aflah kami; ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al Baqarah: 286).
Nilai-nilai luhur di atas telah dibawa dan diajarkan oleh Nabi Muhammad 15 abad silam. Sampai sekarang tidak ada jaminan dan batasan, bahwa nilai-nilai luhur yang tercermin dalam pribadi Nabi yang agung itu akan usang seiring dengan perjalanan waktu. Meski sudah ada jatah bahwa nilai-nilai itu shâlihun li kulli zamân wa makân (relevan dengan semangat zaman) Nabi selalu berpesan agar kaidah itu harus direntang dan dipancangkan ketengah kehidupan sosial, agar bisa beradaptasi dengan setiap peradaban manusia dan waktu.
Pembaruan agama yang dimaksud adalah pembaruan pemahaman agama yang di lalui dengan ijtihad. Pintu ijtihad tersebut akan selalu terbuka terus sampai hari akhir dan tidak ada seorangpun yang berhak menutup pintu yang pernah dibuka oleh Rasulullah tersebut.
Dengan demikian, Islam fundamentalis adalah fundamentalisme yang santun dengan berbagai perubahan tanpa harus menanggalkan hal yang paling fundamnetal dalam beragama. Memang untuk sampai kepada tujuan itu, banyak sekali hambatan-hambatan, baik teologis, politis maupun sosiologis.
Wujudnya fundamentalisme dalam agama tidak jauh beda dengan partai-partai politik yang saling berebut pengaruh untuk mencari massa. Dengan begitu sikap menghadirkan pemikiran alternatif dengan klaim yang paling benar, absolute dan yang mewakili hak prerogatif Tuhan atau kelompok ideal, haruslah dilawan dengan mengembangkan wacana liberasi, bukan dengan pemaksaan dan kekerasan. Karena melawan kekerasan dengan kekerasan adalah tidak menyelesaikan masalah, justeru malahan menimbulkan kekerasan baru lagi. Rekayasa wacana liberasi ini dihadirkan untuk menggusur mental elitis (la rahbâniyata fi al-dîn), radikal dan marah-marah dalam beragama dan menggantikannya dengan yang populis, cair, toleran dan egaliter. Dengan demikian setelah mengkampanyekan wacana fundamentalisme yang langsung, umum, bebas dan terbuka. Maka partai-partai fundamentalisme itu akan berlaga dalam sebuah ruang publik sebagai arena “transaksi” wacana. Disitulah masa depan partai-partai yang bernama “fundamentalisme” akan diuji dan diseleksi secara alamiah.
posted by Kharien @ 11:30 AM   0 comments
Desah sabda pandita
    [Abdullah Sungkar : Dalam hidup, yang paling sulit bagi seseorang adalah memutuskan memilih jalan hidup yang benar. Dan yang lebih sulit lagi, mempertahankan jalan hidup yang benar itu hingga sampai ke tujuan, yaitu mardhatillah]

    [Afrizal Malna : Kebingungan memang selalu menyertai keabadian]

    [Albert Einstein : Yang bisa saya lakukan adalah memberi contoh terbaik dan punya keberanian menjunjung tinggi etika sosial]

    [Albert Einstein : Saya tidak punya bakat khusus. Saya hanya orang yang benar-benar penasaran]

    [Albert Einstein : Satu hal yang saya pelajari seumur hidup. Semua pengetahuan kita, mencoba mengatur segala realitas, adalah primitif dan kekanak-kanakan. Tapi itu adalah hal paling dewasa yang kita punya]

    [Amir Hamzah : Dimana kau rupa tiada, hanya kata merangkai hati]

    [Ba Jin : Hanya dengan jujur kepada orang lain dan kepada diri sendiri, anda dapat menilai siapa anda sebenarnya]

    [Ben Agger : Media sebagai salah satu faktor ekonomis dan politis penting pada era kapitalisme akhir yang meningkatkan dominasi dengan mempromosikan kesadaran palsu dan melalui komodifikasi, memberikan kontribusi terhadap laba]

    [Bob Dylan : Demokrasi tidak akan mampu menguasai dunia. Camkan dalam pikiranmu: di dunia ini kekerasanlah yang berkuasa. Tapi tidak usahlah kau ucapkan itu]

    [Castoriadis : Kalau kamu bermimpi sendiri, maka itu pasti mimpi. Tetapi kalau kamu bermimpi bersama, itulah kenyataan]

    [ Charles Bukowski : Jika saya berhenti menulis, saya mati. Dan itulah satu-satunya cara saya akan berhenti menulis: mati ]

    [Clementine Paddleford : Kita semua punya selera akan kampung halaman. Setiap manusia terikat pada asal usulnya]

    [Corazon ‘Cory’ Aquino : Kehidupan yang dilakukan dengan baik pasti dapat menghasilkan perubahan besar]

    [Eduard Bond : Kekerasan tidak akan pernah menjadi jalan keluar dalam drama-dramaku, sebagaimana tidak akan pernah jadi jalan keluar dalam kehidupan manusia]

    [Elias Canetti : Momen survival adalah momen kekuasaan... Bentuk paling rendah dari survival adalah membunuh... Momen konfrontasi dengan dia yang dibunuh memenuhi seorang survivor dengan semacam kekuatan yang khas yang tidak dapat disamakan dengan kekuatan-kekuatan lainnya]

    [Euripides : Tuhan membenci kekerasan. Ia menciptakan manusia untuk memiliki hak mereka dengan benar, bukan dengan cara merampas]

    [Fariduddin Attar : Sang raja tersingkap di dalam cermin kalbu-kalbu mereka sendiri]

    [Goenawan Muhammad : Siapa yang menghentikan masa lalu, akan dihentikan oleh masa lalu]

    [Goenawan Muhammad : Maaf bukanlah penghapusan dosa. Maaf justru penegasan adanya dosa. Dan dari tiap penegasan dosa, hidup pun berangkat lagi, dengan luka dan trauma, tapi juga dengan harapan]

    [Hannah Arendt : Daya dan kekuatan manusia secara mendasar tampak dalam pengalaman kekerasan... Dari daya kekuatan itulah berasal rasa kepastian diri dan identitas]

    [Indira Gandhi : Jika aku mati karena kekerasan sebagaimana yang ditakutkan dan direncanakan sejumlah orang. Sesungguhnya kekerasan itu akan menetap di kepala dan batin sang pelaku, bukan pada diriku yang sekarat]

    [Isaac Asimov : Kekerasan adalah senjata terakhir orang yang tidak memiliki kemampuan]

    [Jalal Al Din Al Rumi : Keberadaan lahir ketika kita jatuh cinta kepada ketiadaan]

    [Jean Baez : Satu-satunya kegagalan yang lebih buruk dari tindakan anti kekerasan adalah kekerasan itu sendiri]

    [Jean Baudrillard : Berahi mewakili penguasaan alam raya simbolis, sedangkan kekuasaan hanya mewakili alam raya nyata]

    [Jean Baudrillard : Menggoda artinya tampak lemah. Menggoda adalah membuat lemah. Kita menggoda dengan kelemahan kita, tidak pernah dengan tanda-tanda atau kekuatan yang besar. Dalam godaan, kita mencipta kelemahan ini, dan inilah apa yang memberi kekuatan pada godaan]

    [Jean Ganet : Yang kita butuhkan adalah benci. Dari sana ide-ide dilahirkan]

    [Karl Marx : Ide-ide kelas penguasa, dalam setiap jaman, yang mendominasi kekuatan material dalam masyarakat pada saat yang bersamaan adalah sama dengan kekuatan dominan intelektual]

    [Mahatma Gandhi : Seseorang boleh dikatakan sebagai orang hebat jika ia punya kebijaksanaan! ]

    [Mahatma Gandhi : Mengapa aku melawan kekerasan? Bagiku, meski kekerasan melakukan tindakan yang baik, ia semu belaka. Wajah abadi adalah kekerasan itu sendiri]

    [Martin Heidegger : Kematian adalah kemungkinan yang paling sesungguhnya dari manusia]

    [Martin Luther King Jr. : Seorang manusia baru hidup sungguh-sungguh kalau dia bisa menjulang keatas batas-batas yang sempit kepentingannya sendiri dan mengabdikan diri kepada kepentingan umum seluruh umat manusia]

    [Noel Coward : Saya tak menganggap pornografi merusak, tapi sangat, sangat membosankan]

    [Rabinranath Tagore : Betapa gurun merindukan cinta sejumput rumput. Rumput menggeleng, tertawa dan berlalu]

    [ Ranier Maria Rilke : ...bahwa sesuatu itu sulit dilakukan adalah satu alasan mengapa kita mesti melakukannya]

    [ Robert Penn Warren : Puisi adalah sebuah mitos kecil tentang kemampuan manusia untuk membuat hidupnya bermakna. Puisi, pada akhirnya, bukan sesuatu yang kita lihat. Yang lebih tepat, puisi adalah cahaya yang membuat kita melihat sesuatu lebih jelas dan sesuatu itu adalah hidup. Pada akhirnya, seorang penyair mungkin lebih takut kepada seorang dogmatis daripada seorang sentimentalis. Yang pertama, ingin mengekstrak pesan dari puisi lalu mencampakkan puisinya, sedangkan yang kedua adalah orang yang berkata, "Oh, tolong biarkan saja saya menikmati puisi apa adanya]

    [ Romo Yoso Sudarmo : ...hidup itu jangan pernah sekali pun meninggalkan seni ]

    [Ronal Reagen : Future doesn’t belong to the fainhearted, but it belongs to the brave]

    [Sigmund Freud : Tubuh yang tertutup, menuruti tuntutan peradaban masyarakat, akan selalu membangkitkan keingintahuan seksual dan berfungsi sebagai suplemen daya tarik objek seksual melalui tindak penyingkapan bagian-bagian tersembunyi]

    [Stephen King : Pekerjaan menulis fiksi adalah menemukan kebenaran dalam jaringan kebohongan cerita fiksi, bukan untuk melakukan kebohongan intelektual demi memburu uang]

    [Sudisman : Curahkan penuh pikiran kepada tugasmu dan laksanakanlah dengan baik, sebab tugas adalah suci]

    [Sun Tzu : Dalam menghadapi musuh, kita harus menjaga persatuan dalam angkatan perang kita, karena kehilangan seorang anggota saja berarti kita melemah dan keuntungan bagi musuh]

    [Tan Malaka : Bergelap-gelaplah dalam terang, berterang-teranglah dalam gelap!]
About Me


Name: Kharien
Home: Cianjur, Jawa barat, Indonesia
About Me:
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links
Affiliates
15n41n1